Monday, November 21, 2011

Hadiah Sebuah Keteguhan



Meskipun dulu aku terkesan nakal sewaktu SMP {baca catatanku: Aku (bukan) Anak Nakal}, tapi kini aku belajar untuk sadar. Dalam perenungan satu bulan aku diberikan ujian berupa sakit, ternyata disanalah hidayah Allah menghampiri. Aku mulai rajin membaca buku-buku agama, mencari guru ngaji dan memuhasabahi diri.

Kelas dua SMP, tepatnya saat ramadhan, aku menanggalkan baju you can see dan rok miniku. Ku ganti dengan seragam berlengan panjang dan rok panjang, lengkap denga balutan penutup kepala yang ku pakai. Aku berazzam untuk hijrah. Aku bertekad untuk berhijab. Meskipun aku mengawalinya pelan-pelan. Balutan jilbabku masih ku buat modis, dengan berbagai aksesoris yang ku kenakan. Setidaknya itu yang bisa ku lakukan saat itu.

Berubah menjadi baik, pasti banyak tantangannya. Benar saja, masa-masa terberat adalah ketika aku mulai berniat memanjangkan jilbab. Setelah menyadari perintah agamaku agar memanjangkan jilbab sampai ke dadanya. Jelas penampilanku kali ini berbeda dari sebelumnya. Maka wajar saja, banyak suara-suara menggunjingkan aku berseliweran di telinga.

 Tak sedikit cibiran menghampiriku. Mulai dari teman sendiri, hingga kakak kelas. Mereka semua sangat tahu kelakuan burukku saat kelas satu dulu. Hobi membuat onar, dan seringkali berani memanjat gerbang sekolah. Dan belum terhitung lagi berbagai keusilan yang aku perbuat di sekolah, membuat warga sekolah  geleng-geleng dengan tingkahku.

Aku hanya bisa tersenyum kecut, mengingat aksi yang tak lazim ku lakukan sebagai seorang anak perempuan. Ya, aku tak lagi ingin menengok ke belakang. Cukuplah menjadi sejarah kelam dan pelajaran untukku menatap masa depan. Aku yakin, pasti pada waktunya, mereka yang mencibirku akan lelah memperolokku. Meskipun itu butuh waktu yang sangat lama. Tapi biarlah, aku memang sedang berproses untuk memperbaiki diri. Aku menerima segala konsekuensi dari pilihan yang ku ambil.

Alhamdulillah, hingga menginjak sekolah menengah atas (SMA),  hidayah itu tak pergi dariku. Aku masih berusaha untuk menjaganya agar hidayah tak pergi meninggalkan aku. Mulailah, ujian untuk yang ke dua kalinya menghampiriku. Kali ini berkaitan dengan aksi tak biasaku sebagai ketua di salah satu organisasi ekstrakurikuler.

Jika pada tahun-tahun sebelumnya Rohis sekolahku hanya ada ketika ada agenda besar keagamaan, seperti sanlat ramadhan, pengajian isra’ mi’raj, dan lain sebagainya, maka, ketika aku dipercaya untuk mengetuai organisasi itu, aku membuat berbagai program yang dianggap keluar jalur oleh kepala sekolah.

Aku bertekad mengadakan liqo- pengajian kelompok kecil, biasanya setiap kelompok ada satu mentor, juga mengadakan teater, rihlah, dan berbagai kegiatan lainya.

Alangkah sangat tidak masuk akal ketika beliau mengatakan program-program seperti itu ditakutkan menyisipkan ajaran yang nyeleneh. Masya Allah. Betapa aku heran!, program itu aku adakan sebagai sarana belajar aku dan rekan-rekanku untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.

Dengan sembunyi-sembunyi, agenda liqo tetap ku jalankan. Dengan aku sendiri yang mencoba menjadi mentornya. Tentu saja, sebenarnya aku belum layak menjadi mentor, tapi, demi sebuah awalan, maka tak ada salahnya aku membagi sedikit ilmu yang ku peroleh dari guru ngajiku saat SMP dulu.

Dan puncak kemarahan kepala sekolah, ketika tanpa sepengetahuan beliau aku mengajak anak-anak rohis untuk mengikuti event rohis se-lampung yang kala itu digelar di SMANSA Metro. Tentu saja, aku harus berkorban materi beberapa ratus ribu untuk membayar registrasi pendaftaran. Niatku hanya satu. Para anggota rohis di sekolahku bisa melihat dunia luar. Tak hanya mendekam di rumah sendiri (baca : sekolah). Aku ingin mereka bisa mendapat pengalaman setelah mengikuti event itu. Juga menjadi luas pemikiran bahwa agenda rohis tak melulu melakukan pengajian, seperti tahun-tahun sebelumnya. Itu saja niatku. Tapi, ternyata niatku ini urung dapat restu dari kepala sekolah. Beliau memanggilku, bicara empat mata di ruangannya. Menjudge-ku macam-macam, memperolokku dan hal-hal yang tak pantas diucapkan oleh beliau sebagai seorang pemimpin di sekolahku.


Nampaknya, ruangan kepala sekolah tidak kedap suara. Ruangan kepala sekolah yang bergandengan dengan ruang tata usaha, dan ruang wakil kepala sekolah, membuat mereka sedikit mendengar pembicaraan kami berdu’a. Tatapan mata iba tertuju kepadaku, saat aku keluar ruangan. Ah, biarlah, aku tak akan menyerah, karena perjuangan ini baru saja aku mulai.

Perjalanan bulan ke tiga kepengurusanku sebagai ketua rohis, alhamdulillah mendapat sambutan luar biasa dari murid-murid. Jika tahun sebelumnya hannya ada 6-10 anggota yang masuk, maka pada periode pengurusanku, ada 60 murid yang mendaftar sebagai anggota. Mungkin ini karena, kegiatan yang aku rombak habis-habisan. Mulai dari kegiatan belajar kelompok dengan mentor anak-anak rohis itu sendiri-karena rata-rata anak-anak rohis adalah para peserta bimbingan olimpiade di sekolah, liqo, agenda rihlah mingguan, teater, nobar jama’i dan rujak party. Kegiatan yang masih asing dan baru di sekolahku. Membuat mereka antusias untuk bergabung.

Dan ketika bulan Juni 2006, ketika itu sekolah sedang dipercaya sebagai tuan rumah Lomba Karya Ilmiah Remaja Se- Lampung Tengah, aku tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Alhamdulillah, aku dipinang oleh ketua osis, untuk menjadi team thank bersama dirinya. Setelah kami saling sepakat, mulailah kami merancang penelitian, melakukan penelitian, melakukan tinjauan pustaka, dan serangkaian persiapan guna mengikuti agenda ini. Team KIR sangat support dengan team kami. Hingga, percobaan yang kami lakukan sudah 80 persen. Bismillah, aku dan rekanku-ketua osis tadi, siap untuk bertanding.

Presentasi karya ilmiah kami sudah usai. Saatnya menunggu pengumuman. Insyaallah kami berdua sudah berusaha melakukan yang terbaik. Dan kami tetap optimis untuk bisa menjadi salah satu juaranya.

Namun, saat dibacakan pengumuman, ternyata kami hanya sampai di juara harapan II. Artinya mimpi kami untuk melaju ke tingkat propinsi kandas sudah. Dan kami berdu’a begitu kecewa, setelah sehari ba’da pengumuman, dicheck bahwa ada kesalahan penjumlahan nilai oleh dewan juri. Entri nilai di microsof excel dengan di lembar penilaian, ternyata tertukar, antara kami-yang dinobatkan sebagai juara harapan dua, dengan sang Juara Dua. Sang juara dua, seharusnyalah yang menjadi juara harapan dua, dan kamilah juara duanya. Oh Robbi, ingin rasanya aku menjerit. Tapi sudahlah. Berita sudah tersebar di harian lokal, bahwa tuan rumah hanya mampu memboyong juara harapan dua. Aku sebenarnya malu menanggung beban ini. Tapi apa mau dikata. Kami juga tak bisa sepenuhnya menyalahkan juri, walaupun dalam hal ini seharusnya juri-lah yang harus bertanggung jawab dengan fatalnya pengumuman ini. Kecewa itu pasti, tapi aku yakin, ada hikmah di balik setiap peristiwa. Dan aku sangat mempercayai hal itu.

Aku kembali menyibukkan diri dengan aktivitasku di rohis, dan bimbingan olimpiade matematika dan biologi.  Semakin lama, semakin ramai saja suasana rohis. Guru-gurupun kini sudah mulai “melihat” geliat kami. Beberapa kompetisi antar kelas, ataupun antar sekolah, maka anak-anak rohislah yang akan mewakili sekolah. Dan prestasi demi prestasi mereka ukir di arena perlombaan. Pencapaian yang menggembirakan untuk kami-anak-anak rohis yang tadinya dianaktirikan.

Aktivitasku pun bertambah, berbekal dari pengalaman speech english contest saat SMP, maka, aku ditunjuk oleh kelas untuk mewakili dalam event speech english perayaan hari ibu. Dan alhamdulillah, aku juara I. Begitu seterusnya, disetiap event perlombaan bahasa inggris di level sekolah, alhamdulillah, aku selalu menjadi juara. Pun ketika mengikuti seleksi untuk mewakili sekolah di tingkat kabupaten, aku berhasil lolos seleksi, mengalahkan para seniorku yang juga turut serta dalam audisi.

Berbagai aktivitasku itu, ternyata menyita perhatian rekan-rekan yang lain. Seakan aku menjadi icon ditempat aku diamanahkan menjadi ketuanya. Mereka menjadi sangat interest untuk bergabung di rohis di gelombang dua periode satu semester kepengurusanku. Alhamdulillah, semakin hari anggota rohis semakin banyak. Sudah banyak bibit-bibit unggul yang bisa membantuku untuk menjadi mentor juga.

Hingga, tibalah bulan februari 2007. Ketika aku sedang mengisi BBQ untuk praktikan baru, bapak waka kurikulum datang menemuiku. Meminta waktu sebentar kepadaku. Dan mengabarkan bahwa sekolah kami mendapat undangan mengikuti lomba bergengsi tingkat nasional, yang bertempat di Universitas Lampung. Satu-satunya universitas negeri di kotaku, didapuk menjadi tuan rumah perhelatan akbar pekan ilmiah mahasiswa nasional. Waw, amazing. Ingin rasanya aku mengikuti event itu. Bayanganku sudah berfantasi sedemikian jauh. Aku sungguh ingin bertemu mahasiswa seluruh Indonesia.

Seleksi administrasi dimulai sejak April 2007, dan pengumuman finalis yang lolos seleksi adalah bulan juni 2007. Artinya, masih ada waktu dua bulan untuk mempersiapkan diri. Aku segera mengabari rekan satu timku yang dulu. Dan kami siap kembali merancang penelitian. Sampai mendekati tahap akhir, kami pontang-panting bimbingan dengan pembimbing KIR, hingga menginap di sekolah untuk mengetik makalah. Sungguh, pengorbanan yang tidak sedikit. Hingga akhirnya, makalah sudah kami kirim. Tinggal berdo’a menunggu pengumuman finalis pada bulan juni.

Nampaknya, karena aktivitasku sangat padat, membuatku drop. Sehingga aku harus beristirahat di rumah selama tiga hari. Ketika sedang istirahat, aku mendapat telpon dari pihak sekolah, mengabarkan bahwa aplikasi kami terpilih bersama ke 14 finalis lainnya yang akan berkesempatan untuk presentasi di Unila. Allahu Akbar!, serasa tak percaya, aku meminta kakakku menepuk pipiku. Dan sakit!, aku tak bermimpi!. Tiba-tiba aku menjadi sehat, dan berharap lekas esok hari dan segera ke sekolah.

Keesokan harinya, di sekolah ramai membicarakan kami berdua. Sampai kami kecapean membalas ucapan selamat-padahal itu belum pengumuman pemenang J, sekolah sudah bereuforia. Aku dan rekanku segera mempersiapkan diri untuk presentasi final di unila bulan juli nanti. Eksperimen kembali kami lakukan. Kali ini bimbingan ekstra keras. Dan tahukah engkau kawan? Bapak kepala Sekolah, baru menyadari bahwa team KIR ini ada aku yang terlibat di dalamnya. Beliau begitu kikuk ketika mengetahui bahwa aku dan rekan satu timku akan berlaga di agenda bergengsi PIMNAS XX yang bertuan rumah di Unila. Mengetahui kecanggungannya, aku berusaha menyapa beliau sebisaku. Suasana hambar dan sedikit kaku. Haha, aku hanya bisa tertawa dalam hati. Mengingat ekspresi beliau. 

Dan ketika tiba hari H presentasi final, aku dan rekan satu timku berusaha optimis, bahwa kami bisa. Walaupun kami dari sekolah yang letaknya dibalik irigasi desa, tapi kami bisa disejajarkan dengan finalis lain yang bersekolah di kota. Karena yang diadu kini bukan materi, tapi pemikiran dan analisis terhadap suatu hasil karya berupa produk yang kami hasilkan yang bisa memberi kebermanfaatan bagi lingkungan.

Setelah dua jam kami presentasi, dengan diberikan berbagai pertanyaan oleh para juri yang membuat pikiran terkuras habis, akhirnya presentasi selesai. Dan kami ber 15 dijadwalkan untuk mengikuti agenda penutupan PIMNAS XX pada 27 Juli 2007. Sekaligus ramah tamah dengan segenap civitas akademika, pers dan seluruh mahasiswa se Indonesia yang tumplek blek di unila. 

Tanggal 27 Juli 2007pun tiba juga. kami dihantar oleh pihak sekolah-tanpa didampingi kepala sekolah-mungkin beliau masih malu atau enggan denganku-bukan kepedean weh, hehe, kami dijemput panitia untuk berada di lokasi penutupan. Penutupan bersetting outdoor di kolam renang unila. Dan Amazing, di sana, sudah ada ribuan mahasiwa dengan warna-warni almamater yang dikenakannya. Ingin rasanya ngobrol satu persatu dengan mahasiswa per propinsi. Hehehe, ada-ada saja.

Pengumuman untuk peserta LKIR pun dibacakan. Aku dan rekanku mulai komat-kamit merapal do’a. Pun ke 14 finalis lainnya. Kami semua berharap kami menjadi salah satu juaranya. Dan, alhamdulillah..... “Briket Limbah Tapioka, Sebagai Alternatif Pengganti Bahan Bakar Rumah Tangga” dinobatkan sebagai juara dua. 

Kami berdua segera maju ke depan, menerima piala, sertifikat, dan uang tunai 3 juta rupiah. Subhanallah, akhirnya kekalahan kami tempo hari diganti dengan kemenangan hari ini. Rahasia yang begitu indah diberikan Tuhan kepada kami. Yah, dan hari ini pulalah, aku bisa membuktikan kepada kepala sekolah, bahwa anak rohis itu tidak nyeleneh, dan bisa tetap berprestasi, bahkan ikut membawa nama harum sekolah. Dan suka tidak suka, kepala sekolah akhirnya memberikan selamat kepadaku dan sedikit membuka restu untuk agenda rohis tetap berjalan sebagaimana yang diagendakan.

Terima kasih ya Allah. Engkau membalas keteguhan ini, dengan caramu yang indah...
Seputih Banyak, Juli 2009

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan jejak setelah berkunjung yaa ...